Tentang Cinta Tanpa Syarat
Written by Zoom-Indonesia
Olivia,
seorang perawat di sebuah klinik sedang menyiapkan berkas seorang pria
tua berusia 70-an yang datang untuk membuka jahitan pada luka di
ibu-jarinya. Pria tua itu harus menunggu dan mungkin baru dapat
ditangani setidaknya 1 jam lagi.
Si
pria tua nampak gelisah dan selalu melirik ke jam tangannya. Olivia
tertarik untuk menyempatkan memeriksa lukanya, yang nampaknya cukup baik
dan kering. Mereka hanya harus membuka jahitan dan memasang perban
baru. Pekerjaan yang tidak terlalu sulit bagi perawat muda itu. Atas
persetujuan dokter, ia merawatnya sendiri.
Sambil menangani lukanya, Olivia bertanya apakah pria tua itu memiliki janji lain hingga tampak sangat terburu-buru.
“Tidak,” jawabnya. “Aku
hendak ke rumah jompo untuk makan siang bersama istriku. Setiap hari
aku kesana. Istriku dirawat di sana karena penyakit Alzheimer.”
“Apakah istri Anda akan marah bila Anda terlambat?” tanya Olivia.
Tersenyum, pria tua itu menjawab, “Dia sudah tidak lagi bisa mengenaliku sejak 5 tahun terakhir.”
Perawat muda itu terkejut dan kembali bertanya, “Dan Anda masih ke sana setiap hari, walau istri Anda tidak lagi mengenali Anda?”
Pria tua dengan senyum bijaksananya, menepuk lembut tangan perawat muda yang menatapnya dengan mata heran, dan berkata, “Ya, dia memang tidak mengenaliku, tapi aku masih mengenali dia, kan?”
Berbicara
tentang cinta tanpa syarat, seperti inilah. Cinta tidak bersifat fisik
atau romantis. Cukup menerima apa adanya yang terjadi, yang sudah
terjadi, yang akan terjadi, dan yang tidak akan pernah terjadi.
Setiap
orang yang paling berbahagia tidak harus memiliki segala sesuatu yang
terbaik, tapi mereka berbuat yang terbaik dengan apa yang mereka miliki.
Hidup bukan hanya tentang perjuangan taklukkan badai, tapi juga
bagaimana tetap menari di bawah hujan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar